Pages

Pemberitahuan

Update dan postingan baru dari blog ini bisa anda temukan di Accounting-Financial-Tax.com. Di situs yang baru ini makin banyak topik di bahas, berbagai accounting standard, concept dan contoh kasus yang bervariasi. Dengn ciri khas yang sama: detail, mendalam, dan practical. Diupdate setiap hari, termasuk perkembangan terkini dari international accounting standard [IAS], International Financial Reporting Standard [IFRS], GAAP Codification [ASC], Auditing Standard, dll. Dan, semuanya disajikan dengan interface yang lebih user friendly, clear navigation yang mengkaitkan antara satu topic dengan topic lain, dengan tingkat accuracy yang selalu dievaluasi dari waktu ke waktu.

"Accounting theories and concept" adalah penting, akan tetapi apalah artinya concept dan theory jika tidak diwujudkan dalam tingkatan implementasi.

Per 2011, saya juga aktif menulis di JurnalAkuntansiKeuangan.com yang di launch baru-baru ini, meskipun tak cukup sering.

Google
 

Nov 29, 2007

PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP

Kita sudah pernah bahas tentang aktiva tetap di artikel sebelumnya, yaitu : Prosedur dan Analisa Pengadaan Aktiva Tetap, dan Analisa Pengadaan Aktiva Tetap, yang memang khusus membahas mengenai analisa menjelang pengadaan aktiva tetap bagi yang belum mengikuti, silahkan dibaca.


Rasanya kurang lengkap jika tidak disertai dengan pembahasan mengenai PERLAKUAN AKUNTANSI –nya.

Di artikel kali ini, akan dibahas khusus PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP.

Permasalahan Akuntansi aktiva tetap berada pada kisaran 3 fase berikut :

[Phase-1]. Perolehan Aktiva Tetap [-baca-]

Adalah fase di saat-saat aktiva tetap diperoleh hingga aktiva tetap tersebut dapat beroperasi (berfungsi). Permasalahan yang timbul pada fase ini meliputi :

1. Perolehan Aktiva Tetap (Acquisition)
2. Pemasangan Aktiva Tetap (
Installation)

Beserta : Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure) atas perolehan aktiva tetap. Baca artikel lengkapnya [-baca-]

[Phase-2]. Penggunaan Aktiva Tetap [-baca]

Permasalahan yang timbul pada fase ini antara lain :

1. Pengeluaran (Expenditure) [-baca-]
2. Penyusutan & Amortisasi [-baca-]

3. Penilaian Kembali (
Revaluation)
Beserta : Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure) atas penggunaan aktiva tetap.


[Phase-3]. Penarikan Aktiva Tetap (Retirement of Plant Asset)

Permasalahan disekitar penarikan aktiva tetap yaitu :

1. Penjualan Aktiva Tetap [-baca-]
2. Penukaran Aktiva Tetap
3. Laba-Rugi Penarikan Aktiva Tetap [-baca-]

Beserta : Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure) atas penarikan aktiva tetap.

Jika tidak ada halangan, saya juga akan bahas mengenai; hal-hal terkait dengan aktiva tetap yaitu :

(-). Audit dan Rasio Aktiva Tetap
(-). Penilaian Investasi atas Aktiva Tetap
(-). Sekilas mengenai Aktiva Tetap Sumber Alam


YET, saya juga berminat untuk membahas penomena-penomena kontroversi disekitar aktiva tetap, seperti :
(-). Aktiva tetap yang tercuri [-baca-]
(-). Aktiva tetap yang terbakar [-baca-]
(-). Most Watched Plant Asset’s Expenses on Tax Investigation

Tapi mohon bersabar dahulu, semua topik dan pembahasan detail beserta contoh kasus dari masing-masing yang di atas, akan saya turunkan satu persatu secara bertahap.


Please be patient…for a while :-)

Nov 27, 2007

REKONSILIASI KAS KECIL (PETTY CASH RECONCILIATION)

Mengapa Kas Kecil (Patty Cash) Direkonsiliasi ?

Rekening/Akun apapun harus direkonsiliasi, termasuk KAS KECIL (PETTY CASH), HARUS DIREKONSILIASI. Meskipun nominalnya kerap tidak signifikan (immaterial), Petty Cash critical untuk di rekonsiliasi, karena 3 (tiga) alasan utama berikut :

1). Kas kecil atau Petty Cash sifatnya sangat liquid (lancar), karenanya menjadi sangat beresiko (high risk account). Menjadi sangat berisko karena :

a). Transkasi yang bernominal kecil, sering kali tanpa bukti transaksi yang memadai (alias tanpa nota/faktur) -->> (fraud potentially)
b). Semua pembayaran dilakukan secara tunai -->> beresiko diselewengkan (fraud potentially).

2). Kas kecil memiliki perputaran yang paling tinggi (high turnover account). Perputaran kas kecil adalah harian -->> Sering terjadi selisih (most frequent variance)

3). Kas Kecil dipergunakan untuk belanja kecil yang rutin (small repetitive trasaction). Karenanya, pembelian yang menggunakan kas kecil biasanya tidak memerlukan supplier tetap (irregular vendor), tanpa nomor faktur/invoice -->> Sulit di trace (frequent un-tracedable).


Seberapa Seringkah Kas Kecil (Petty Cash) Sebaiknya Direkonsiliasi ?

Mempertibangkan alasan-alasan di atas, kas kecil mestinya di rekonsiliasi SETIAP SAAT, tetapi standar umumnya, kas kecil direkonsiliasi minimal :

a) Jika hanya ada 1 (satu) shift kerja ; direkonsiliasi 2 (dua kali), yaitu :
(-) Pada saat “Pembukaan (Petty Cash Opening)”, dipagi awal jam kerja perusahaan
(-) Pada saat “Penutupan (Petty Cash Closing)”, di sore hari (Petang Hari)

b) Jika ada 2 (dua) shift kerja ; direkonsiliasi 3 (tiga) kali, yaitu :
(-) Pada saat “Pembukaan (Petty Cash Opening)”, dipagi awal jam kerja perusahaan
(-) Pada saat “Pergantian Shift (Custodian Shifting)”
(-) Pada saat “Penutupan (Petty Cash Closing)”, di sore hari (Petang Hari)


Bagaimana Caranya Merekonsiliasi Kas Kecil (Petty Cash)

Akhirnya tiba dibagian “HOW TO RECONCILE PETTY CASH ACCOUNT”…..


bagian yang paling saya sukai…. :-)

Hm…..Okay….
Prosesnya sederhana saja (tapi jika tidak dilakukan dengan baik, benar dan konsisten, tetap saja akan memusingkan). Terdiri dari 3 sesi utama, masing-masing terdiri dari beberapa langkah.

A. Menyesuaikan Bukti Transaksi dengan Catatan (Petty Cash Log)

Caranya :

[Step-1]. Pastikan setiap pengeluaran petty cash selalau disertai 3 (tiga) bukti transaksi yaitu :
- Bukti Pengeluaran Kas Kecil ( Petty Cash Slip)
- Nota Pembelian
- Permintaan Petty Cash terotorisasi (authorized petty cash request).
Staples jadi satu bendel
-->> Jika ketiga bukti transaksi belum lengkap : lengkapi
-->> Jika ketiga bukti transaksi sudah lengkap : Staples ketiganya jadi satu bendel.
Catatan penting : Jangan pernah membuat bukti transaksi palsu

[Step-2]. Bandingkan nilai nominal yang tercantum di masing-masing ketiga bukti transaksi di atas :
-->> Jika belum sama; cari sebabnya, buat catatan atas variance tersebut disertai alasan.
-->> Jika sudah sama ; lanjutkan ke langkah berikutnya
Catatan penting : Jangan pernah mengubah nilai (angka) pada bukti transaksi.

[Step-3]. Hitung jumlah bendel bukti transaki, lalu bandingkan dengan jumlah entry yang ada pada petty cash log (catatan petty cash).
-->> Jika jumlah bendel bukti transaksi tidak sama dengan jumlah log (entry) ; maka perbaiki entry.
Catatan penting : Untuk sementara, jadikan bukti transaksi sebagai patokan.

[Step-4]. Bandingkan antara nilai yang ada pada petty cash entry dengan nilai yang tercantum pada bukti transaksi.
-->> Jika nilainya tidak sama, perbaiki entry pada petty cash log
-->> Jika sudah sama, beri catatan “Checked” pada kolom “Notes” pada Petty Cash Log.
Catatan Penting : Untuk sementara, jadikan Bukti transaksi sebagai patokan, jangan sebaliknya.


B. Mencocokkan Catatan (Petty Cash Log) dengan Fisik Uang (Petty Cash Physical)

Caranya :

[Step-1]. Kelompokkan dan hitung fisik uang sesuai dengan nilai nominalnya.

Misalnya :
Seratus Ribuan = 1
Lima Puluh Ribuan = 2
Dua Puluh Ribuan = 4
Sepuluh Ribuan = 2
Lima Ribuan = 8
Seribuan = 10
Lima Ratusan = 6
Dua Ratusan = 20
Seratusan = 10

[Step-2]. Masukkan masing-masing jumlah fisik ke dalam “Laporan Fisik Uang”, dan masukkan uang ke dalam masing-masing laci (locker) nya.

Contoh Laporan Fisik Uang :


[Step-3]. Bandingkan antara “Total Fisik Uang” dengan “Saldo Petty Cash Log”

Jika tidak sama ;

Lakukan Penelusuran dengan cara melakukan step mundur dari penghitungan fisik uang sampai ke bukti transaksi, hingga perbedaan ditemukan :
Fisik uang salah -->> perbaiki entry fisik uang
Fisik uang benar -->> Check petty Cash Log
Entry pada petty cash log salah -->> Perbaiki Petty Cash Log Entry
Entry pada petty cash log benar -->> Telusuri Bukti Transaksi
Bukti Transaksi Kurang -->> Cari Bukti Transaksi
Bukti Transaksi Lengkap -->> Catat selisih (variance) yang terjadi

Jika sudah sama ;

Lanjutkan ke sesi ke-3 di bawah ini.


C. Membuat Laporan Rekonsiliasi Petty Cash

Buat Laporan Rekonsiliasi Petty Cash Seperti di bawah :



Cara membuat Laporannya :

Kolom “Date” : Masukkan tanggal rekonsiliasi

Kolom “Expected Starting Balance” : Masukkan nilai “Actual Ending Balance” tanggal sebelumnya (lebih praktis masukkan formula).

Kolom “ Actual Starting Balance” : Masukkan Laporan Fisik Uang pada pembukaan petty cash (awal jam kerja)

Kolom “Variance” : buat formula “Expected Starting Balance” [dikurangi] “Actual Starting Balance”.

Ketiga Kolom di atas di isi saat rekonsiliasi pagi hari (pembukaan petty cash)

Kolom berikutnya dikerjakan saat penutupan petty cash :

Kolom “Cash Activities” : ketik manual mutasi cash yang ada di petty cash log untuk hari itu.

Kolom “Expected Balance” : buat formula “Actual Starting Balance[ditambah]Cash Activities

Kolom “Actual Ending Balance” : masukkan total fisik uang dari laporan fisik uang.

Kolom “ Variance” : masukkan formula "Actual Ending balance[dikurangi]Expected Ending Balance” .

Catatan : Untuk setiap variance yang muncul, selalu lakukan penelusuran kebelakang, jika tidak ditemukan, maka variance harus dilaporkan kepada atasannya untuk dilakukan adjustment.

Nov 26, 2007

PERHITUNGAN & JURNAL PPH 21 - Bonus / THR

Sebentar lagi akhir tahun, tentu akan ada pembagian THR atau Bonus, syukur-syukur kalau kedua-duanya :-) Amin !. Bagaimana menghitung Pasal 21 atas bonus atau THR ?


Langsung ke contoh kasus...


Masih dengan subyek pajak yang sama, yaitu saudara Hendry......


Hendry, status sudah menikah dengan 2 orang anak, bekerja pada PT. Royal Bali Cemerlang, memperoleh Gaji Pokok Rp 10,000,000,- setiap bulannya. PT. Royal Bali Cemerlang mengikut sertakan Hendry masuk asuransi (JAMSOSTEK), untuk itu PT. Royal Bali Cemerlang membayar :
Premi Jaminan Hari Tua (JHT) = 3.7% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) = 0.5% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kematian (JK) = 0.30% dari Gaji Pokok

Hendry menanggung :
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) = 0.2% dari Gaji Pokok

PT. Royal Bali Cemerlang juga mengikut sertakan Hendry ke dalama program pensiun, untuk itu perusahaan membayar premi pensiun untuk Hendry sebesar Rp 150,000 setiap bulannya, sedangkan Hendry juga harus membayar Rp 100,000 setiap bulannya yang langsung di potongkan dari Gajinya. Setiap tanggal 31 Desember PT. Royal Bali Cemerlang membagikan Bonus sebesar 1 x (satu kali) Gaji Pokok, untuk itu di bulan Desember ini, disamping menerima Gaji, Hendry juga menerima Bonus. PT. Royal Bali Cemerlang masih memberikan Tunjangan Pajak sebesar Rp 250,000,- kepada Hendry.



Perhitungan PPh Pasal 21 nya

Merumuskan Elemen Gaji dan pengahsilan-penghasilan lain yang menyertainya selalu perlu kita lakukan (apapun kasus-nya), hal ini semata-mata hanya untuk bisa memperjelas kasus dan penentuan angka-angka yang akan kita masukkan ke dalam perhitungan PPh Pasal 21 nya nanti. Jika anda sudah terbiasa, mungkin suatu saat nanti anda tidak akan perlu melakukannya. Perumusannya kurang lebih akan seperti di bawah ini :



Perhatikan rumusan di atas :

Bonus di masukkan di bawah Gaji Pokok, sebesar 1 x Gaji pokok Hendry, yaitu Rp 10,000,000,- dan Tunjangan Pajak sebesar Rp 250,000,- di masukkan ke kelompok Tunjangan.

Selanjutnya kita mulai melakukan penghitungan PPh pasal 21-nya. Di bulan Desember ini PPh Pasal 21 yang harus dihitung dan dipotongkan kepada karyawan ada 2 (dua) macam, yaitu :

(-) PPh Pasal 21 atas Bonus
(-) PPh Pasal 21 atas Gaji Bulan Desember 2007

Untuk itu jalannya menjadi sedikit lebih panjang dibandingkan dengan cara penghitungan PPh Pasal 21 pada kasus lainnya.

Ada 3 Step Penghitungan, yaitu :

[Step-1]. Menghitung PPh Pasal 21 atas "Gaji & Bonus" setahun.
[Step-2]. Menghitung PPh Pasal 21 atas "Gaji" saja Setahun.
[Step-3].Menentukan Besarnya PPh atas bonus saja, menentukan pph pasal 21 atas Gaji Bulan Desember.

Ketiga step tersebut saya tuangkan ke dalam screen shoot- screen shoot di bawah ini :




Penjelasan Perhitungan :


[Step-1]. Pada langkah pertama ini, semua unsur disetahunkan : Gaji, Bonus, Tunjangan-tunjangan, pengurangan-pengurangan pun disetahunkan, PTKP seperti biasa memang selalu PTK setahun, mengapa perlu disetahunkan terlebih dahulu ?, karena kita akan menghitung PPh Pasal 21 atas "Bonus" yang diterima hanya setahun sekali, dengan kata lain : bonus bukanlah penghasilan yang diterimma rutin setiap bulan. Maka dari itu untuk menghitungnya makan elemen-elemen perhitungan yang lain pun perlu disetahunkan. Dari hasil perhitungan di step-1 ini, kita peroleh besarnya PPh Pasal 21 atas "Gaji & Bonus".

[Step-2]. Pada langkah kedua ini, kita menentukan besarnya PPh Pasal 21 atas Gaji saja, hal ini diperlukan untuk menetukan besarnya atas PPh apasal 21 atas bonus saja, dan besarnya PPh Pasal 21 atas Gaji Bulan Desember 2007. Pada step ini, smua elemen perhitungan juga kita setahunkan terlebih dahulu, lalu kita hitung. Diakhir perhitungan step-2 ini, kita akan memperoleh besarnya PPh Pasal 21 atas Gaji setahun.

[Step-3]. Pada step-1 kita sudah menentukan besarnya PPh Pasal 21 atas "Gaji & Bonus Setahun" dan pada step-2 kita telah memperoleh besarnya PPh Pasal 21 atas "Gaji Setahun". Pada Step-3 ini, kita hitung besarnya PPh atas "Bonus" yang pada contoh kausus ini adalah sebesar Rp 1,500,000,- diperoleh dengan cara : step-1 [dikurangi] step-2. Sedangkan PPh atas Gaji bulan Desember adalah sebesar Rp 965,800, diperoleh dengan cara : step-2 [dibagi] 12. Untuk menentukan besarnya Total PPh Pasal 21 yang terhutang pada bulan Desember, dihitung dengan cara menjumlahkan PPH pasal 21 atas bonus dengan PPh Pasal 21 atas Gaji Bulan Desember. Untuk menentukan besarnya PPh Pasal 21 yang dipotongkan dari penghasilan Hendry, dihitung dengan cara Mengurangkan Total PPh pasal 21 Bulan Desember terhutang dengan Tunjangan Pajaknya.


Jurnal (Pencatatan) Akuntansi Atas Gaji dan PPh Pasal 21 nya


Atas pembayaran Bonus dan Gaji pada bulan desember ini, pada buku perusahaan dilakukan pencatatan berturut-turut (sesuai dengan urutan transaksinya) yaitu :




Bagaimana perlakuan "Bonus" pada pelaporannya ?.

Laporan Komersial : Bonus tetap dibebankan sebagai biaya, hal ini tetap harus dilakukan, bagaimanapun ada sejumlah kas yang keluar atas bonus ini.

Pada Laporan Fiskal : Bonus tidak diakui sebagai beban (biaya), melainkan diperlakukan sebagai koreksi fiskal positif, sama seperti pemberian sumbangan, makan, minum dan bentuj kenikmatan natura lainnya.

Kasus PPh Pasal 21 lainnya :

Perhitungan & Jurnal PPh 21 - Tunjangan Asuransi [-baca-]
Perhitungan & Jurnal PPh 21 - Tengah Tahun [-baca-]
Perhitungan & Jurnal PPh 21 - Subsidi & Tunjangan Pajak
[-baca-]








Nov 25, 2007

PPh PASAL 21 – PERHITUNGAN & JURNAL AKUNTANSINYA

Setelah Artikel “Perlakuan Akuntansi PPh Pasal 21”, “Gaji”, dan “Upah” di posting, sampai saat ini masih banyak pertanyaan disekitar kasus PPh Pasal 21. Mulai dari contoh perhitungannya yang kurang lengkap sampai ke screen capture yang terlalu kecil hingga susah dibaca . Saya concern terhadap setiap issue yang muncul, dan saya merasa perlu untuk menulis kembali mengenai PPh Pasal 21.

Pada artikel PERHITUNGAN & JURNAL PPh PASAL 21 kali ini dan seterusnya, akan disajikan dengan berbagai contoh kasus yang lebih lengkap dengan screen shoot yang mudah-mudahan LEBIH JELAS, termasuk JURNAL AKUNTANSINYA.

Mengingat contoh perhitungan dan jurnalnya begitu panjang, ini menghabiskan space halaman yang cukup besar, load-nya pun menjadi lebih lama. Saya tidak punya pilihan selain menyajikannya pada halaman yang terpisah-pisah. Tapi jangan khawatir, akan ada link sebagai navigasi untuk pindah dari kasus yang satu ke kasus yang lainnya. Saya harap ini isinya akan worthy.

Selain itu, kasus akan dibuat mengalir, mulai dari yang paling sederhana, terus dikembangkan dan ditambahkan tingkat kesulitannya (tanpa mengurangi kasus sebelumnya), dengan cara seperti ini saya berharap, pemahaman kasus akan menjadi lengkap dan tidak terputus.

Ok… saya rasa cukup ngobrolnya, langsung saja…. :-)

4 (Empat) Kasus PERHITUNGAN & JURNAL AKUNTANSI PPh PASAL 21 yang paling dicari saat ini :

Kasus -1 : Perhitungan & Jurnal PPh 21 – Tunjangan Asuransi [-baca-]
Kasus -2 : Perhitungan & Jurnal PPh 21 – Tengah Tahun Pajak [-baca-]
Kasus -3 : Perhitungan & Jurnal PPh 21 – Subsidi & Tunjangan [-baca-]
Kasus -4 : Perhitungan & Jurnal PPh 21 – Bonus/THR
[-baca-]

PERHITUNGAN & JURNAL PPH 21 - Subsidi & Tunjangan

Pada kasus PPh Pasal 21 kali ini, yang dibahas adalah perhitungan dan jurnal akuntansi PPh Pasal 21 dimana karyawan memperoleh Tunjangan Pajak atau memperoleh subsidi pajak.

Apa bedanya tunjangan PPh Pasal 21 dengan Subsidi PPh Pasal 21 ? dan apa pengaruhnya terhadap PPh Badan ?.

Kita langsung ke kasus-nya......


Kasus : PPh Pasal 21 dengan Tunjangan PPh Pasal 21 dan Subsidi PPh Pasal 21

Hendry, status sudah menikah dengan 2 orang anak, bekerja pada PT. Royal Bali Cemerlang, memperoleh Gaji Pokok Rp 10,000,000 setiap bulannya. PT. Royal Bali Cemerlang mengikut sertakan Hendry masuk asuransi (JAMSOSTEK), untuk itu PT. Royal Bali Cemerlang membayar :
Premi Jaminan Hari Tua (JHT) = 3.7% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) = 0.5% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kematian (JK) = 0.30% dari Gaji Pokok

Sedangkan Hendry menanggung :
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) = 0.2% dari Gaji Pokok

PT. Royal Bali Cemerlang juga mengikut sertakan Hendry ke dalama program pensiun, untuk itu perusahaan membayar premi pensiun untuk Hendry sebesar Rp 150,000 setiap bulannya, sedangkan Hendry juga harus membayar Rp 100,000 setiap bulannya yang langsung di potongkan dari Gajinya.


Hendry memperoleh Tunjangan PPh Pasal 21 dari PT. Royal Bali Cemerlang sebesar Rp 250,000,- setiap bulannya !


Perhitungan PPh Pasal 21 nya (Dengan Tunjangan PPh Pasal 21)

Sama seperti kasus-kasus lainnya, tetap kita membuat perhitungan gaji dan tunjangan-tunjangannya, hingga dapat kita tentukan nilai Rupiah yang ditanggung oleh perusahaan maupun yang ditanggung oleh Hendry. Maka akan kita peroleh perhitungan sebagai berikut :


Kita perhatikan perhitungan di atas :
"Tunjangan Pajak" berwarna biru ditambahkan pada kelompok tunjangan, sehingga total tunjangan yang dibayarkan oleh perusahan menjadi Rp 850,000,- (yaitu : 600,000 + 250,000).
Perhitungan PPh Pasal 21 nya akan menjadi sebagai berikut :

Perhatikan perhitungan di atas :

Tunjangan Pajak sebesar Rp 250,000,- menjadi faktor penambah pengahsilan bruto karyawan, artinya : Tunjangan PPh Pasal 21 merupakan obyek pajak PPh Pasal 21 itu sendiri. Dengan kata lain "Tunjangan PPh Pasal 21 adalah kena pajak". Selanjutnya, untuk menentukan besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong pada gaji yang diterima karyawan, maka PPh Pasal 21 sebulan dikurangi dengan Tunjangan Pajak, dalam contoh kasus ini Rp 965,800 - Rp 250,000,- sehingga besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong pada gaji karyawan adalah sebesar Rp 715,800,-. Sedangkan selisihnya dibayar oleh perusahaan (sebagai Tunjangan).

Jurnal (Pencatatan) Akuntansi Atas Gaji dan PPh Pasal 21 nya

Perusahaan akan melakukan pencatatan sebagai berikut :

Perhatikan Jurnal dan Buku Besar di atas : Tunjang Pajak diakui sebagai "Biaya Tunjangan Pajak". artinya : Baik pada Laporan Komersial maupun pada Laporan Fiskal, Tunjangan PPh pasal 21 dapat diakui sebagai beban, yang nanti pada "Laporan Laba Rugi Fiskal" untuk PPh badan akan menjadi faktor pengurang "Laba", dan akan mengurangi "Penghasilan Kena Pajak" Perusahaan.
Bagaimana Jika karyawan mendapat subsidi (bukan tunjangan) ?
Jika diperlakukan sebagai "subsidi", maka angka sebesar Rp 250,000,- (Tunjangan Pajak di atas) tidak di ikut sertakan di dalam perhitungan PPh Pasal 21-nya. Dalam kasus ini (disubsidi), besarnya PPh pasal 21 yang dipotongkan pada Gaji karyawan adalah : PPh Pasal 21 bulan ini [dikurangi] Subsidi.
Bagaimana dengan Jurnal Akuntansinya ?
Pada laporan komersial perusahaan, subsidi tersebut tetap dibebankan sebagai biaya yang akan mengurangi net earning perusahaan, akan tetapi pada laporan fiskal subsidi tersebut tidak diakui sebagai beban, melinkan dianggap sebagai natura (kenikmatan) yang diperoleh oleh kkaryawan. artinya : Subsidi tersebut tidak boleh diakui sebagai beban (biaya), sehingga pada laporan PPh Pasal 29 nya, Subsidi pajak merupakan koreksi fiskal positif yang akan menambah PPh Pasal 29 terhutangnya.

Artikel PPh Pasal 21 dengan kasus lainnya :
Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Tunjangan Asuransi [
-baca-]
Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Tengah Tahun
[
-baca-]
Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Bonus / THR
[
-baca-]

PERHITUNGAN & JURNAL PPH 21 - Tengah Tahun

Berbeda dengan kasus sebelumnya (Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Tunjangan Asuransi) dimana karyawan bekerja sejak awal tahun pajak, pada kasus kali ini akan dibahas apabila karyawan bekerja mulai pada pertengahan atau setelah awal tahun pajak berlangsung.


Kasus : Pegawai Tetap dengan Tunjangan Asuransi, Pensiun dan Mulai Bekerja Setelah Tahun Pajak Berjalan

Hendry, status sudah menikah dengan 2 orang anak, bekerja pada PT. Royal Bali Cemerlang sejak tanggal 01 September 2007, memperoleh Gaji Pokok Rp 10,000,000 setiap bulannya. PT. Royal Bali Cemerlang mengikut sertakan Hendry masuk asuransi (JAMSOSTEK), untuk itu PT. Royal Bali Cemerlang membayar :
Premi Jaminan Hari Tua (JHT) = 3.7% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) = 0.5% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kematian (JK) = 0.30% dari Gaji Pokok

Sedangkan Hendry menanggung :
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) = 0.2% dari Gaji Pokok

PT. Royal Bali Cemerlang juga mengikut sertakan Hendry ke dalama program pensiun, untuk itu perusahaan membayar premi pensiun untuk Hendry sebesar Rp 150,000 setiap bulannya, sedangkan Hendry juga harus membayar Rp 100,000 setiap bulannya yang langsung di potongkan dari Gajinya.


Perhitungan PPh Pasal 21 nya

Seperti pada kasus biasa (karyawan bejerja penuh sari awal sampe akhir tahun pajak), pertama-tama kita buat perhitungan atas gaji dan tunjangan-tunjangannya terlebih dahulu, hingga dapat kita tentukan nilai Rupiah yang ditanggung oleh perusahaan maupun yang ditanggung oleh Hendry. Maka akan kita peroleh perhitungan sebagai berikut :


Selanjutnya kita mulai hitung PPh Pasal 21-nya. Perhitungan PPh Pasal 21 nya pada dasarnya sama saja dengan jika karyawan bekerja penuh selama satu tahun takwim (fiskal), hanya saja pada saat mensetahunkan pengahsilan netto-nya, nilai penghasilan netto dikalikan dengan jumlah lamanya karyawan bekarja, dalam contoh kasus di atas Hendry bekerja dari 01 September 2007, maka dikalikan 4 (01 Sept - 31 Des 2007 = 4 bulan), perhatikan perhitungan dibawah :


Prinsip dasarnya (Penting) :

(-) Pengahasilan Netto dikalikan jumlah bulan bekerja untuk tahun takwim tersebut

(-) PTKP tetap memakai PTKP setahun


Jurnal (Pencatatan) Akuntansi Atas Gaji dan PPh Pasal 21 nya

Atas kasus di atas, maka pada PT. Royal Bali Cemerlang melakukan pengakuan dengan melakukan pencatatan pada buku perusahaan, yang terdiri dari tiga tahap yaitu : Pada saat pembayaran gaji, pada saat menyetor PPh Pasal 21 melalui bank persepsi atau Kantor Post, kemudian pada saat pembayaran JAMSOSTEK dan Dana Pensiun. Perhatikan jurnal di bawah ini :

Penting :

Jika kita perhatikan jurnal di atas, pada saat pembayaran gaji, besarnya PPh pasal 21 yang di akui sebagai hutang PPh Pasal 21, adalah sebesar PPh 21 nya yaitu Rp 91,200,- untuk bulan tersebut, kemudian pada saat penyetoran PPh Pasal 21 nya ke bank persepsi, maka hutang tersebut dilawankan (di catat di sisi debit) bersama sama dengan titipan iuran, sebagai counter entry-nya di sisi kredit adalah kas.

Setelah Pembayaran Gaji, penyetoran PPh Pasal 21 ke bank persepsi, dan pembayaran Asuransi dan dana pension, maka pada buku besar akan nampak sebagai berikut :

Perhatikan Buku Besar di atas :

Yang muncul dibuku besar tetap hanya "Biaya Gaji", "Biaya Tunjangan Asuransi" pada DEBIT dan "Kas" pada sisi kredit sebesar Gaji Pokok + Tunjangan saja.

Mengapa ?

Karena Gaji karyawan untuk bulan tersebut TIDAK BERUBAH, yang berubah hanya pajaknya, sementara PPh pasal 21 hanyalah titipan dan tidak muncul pada Buku Besar. Dan nantinya pada saat penutupan tahun takwim (fiscal year), saat gaji karyawan disetahunkan, maka jumlahnya hanyalah sebesar 4 x (gaji + tunjangan) saja. Pada saat itulah akumulasi pengeluaran kas maupun biaya gaji dan biaya tunjangan akan kelihatan berbeda dibandingkan dengan karyawan yang bekerja penuh selama 1 tahun takwim (12 bulan).

Artikel PPh Pasal 21 dengan kasus lainnya :

Perhitungan & Jurnal PPh 21 - Tunjangan Asuransi [-baca-]

Perhitungan & Jurnal PPh 21 - Tunjangan & Subsidi Pajak [-baca-]

Perhitungan & Jurnal PPh 21 - Bonus / THR [-baca-]

PERHITUNGAN & JURNAL PPh 21 – Tunjangan Asuransi

Ini adalah contoh kasus PPh Pasal 21 yang paling umum terjadi di perusahaan-perusahaan.

Kasus : Pegawai Tetap dengan Tunjangan Asuransi dan Pensiun

Hendry, status sudah menikah dengan 2 orang anak, bekerja pada PT. Royal Bali Cemerlang, memperoleh Gaji Pokok Rp 10,000,000 setiap bulannya. PT. Royal Bali Cemerlang mengikut sertakan Hendry masuk asuransi (JAMSOSTEK), untuk itu PT. Royal Bali Cemerlang membayar :
Premi Jaminan Hari Tua (JHT) = 3.7% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) = 0.5% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kematian (JK) = 0.30% dari Gaji Pokok

Sedangkan Hendry menanggung :
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) = 0.2% dari Gaji Pokok

PT. Royal Bali Cemerlang juga mengikut sertakan Hendry ke dalama program pensiun, untuk itu perusahaan membayar premi pension untuk Hendry sebesar Rp 150,000 setiap bulannya, sedangkan Hendry juga harus membayar Rp 100,000 setiap bulannya yang langsung di potongkan dari Gajinya.


Perhitungan PPh Pasal 21 nya

Pertama-tama buatlah perhitungan atas gaji dan tunjangan-tunjangannya, hingga dapat kita tentukan nilai Rupiah yang ditanggung oleh perusahaan maupun yang ditanggung oleh Hendry. Maka akan kita peroleh perhitungan sebagai berikut :



Selanjutnya kita mulai hitung PPh Pasal 21-nya. Maka akan kita peroleh perhitungan seperti dibawah ini :


Jurnal (Pencatatan) Akuntansi Atas Gaji dan PPh Pasal 21 nya

Atas kasus di atas, maka pada PT. Royal Bali Cemerlang melakukan pengakuan dengan melakukan pencatatan pada buku perusahaan, yang terdiri dari tiga tahap yaitu : Pada saat pembayaran gaji, pada saat menyetor PPh Pasal 21 melalui bank persepsi atau Kantor Post, kemudian pada saat pembayaran JAMSOSTEK dan Dana Pensiun. Perhatikan jurnal di bawah ini :


Setelah Pembayaran Gaji, penyetoran PPh Pasal 21 ke bank persepsi, dan pembayaran Asuransi dan dana pension, maka pada buku besar akan nampak sebagai berikut :




Mengapa pengeluaran PPh Pasal 21 nya tidak muncul pada buku besar PT. Royal Bali Cemerlang ?

Karena PPh Pasal 21 adalah “with holding tax”, perusahaan hanya selaku mandatory, hanya bertindak selaku pemotong, lalu menyetorkannya ke kas negara.

Dengan kata lain, kas yang dikeluarkan untuk pembayaran PPh Pasal 21 adalah titipan karyawan, bukan kas perusahaan lagi, karena jumlah yang dibayarkan adalah dipotongkan dari gaji karyawan. Sedangkan kas perusahaan hanya dikeluarkan sebesar Gaji Pokok dan Tunjangan-tunjangan yang ditanggung perusahaan.


Artikel PPh Pasal 21 dengan kasus lainnya :

Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Tengahan Tahun [-baca-]

Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Subsidi & Tunjangan [-baca-]

Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Bonus / THR [-baca-]

Nov 24, 2007

SISTEM PENGENDALIAN INTERN (SPI) - Basic

Secara umum, Pengendalian Intern merupakan bagian dari masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman pelaksanaan operasional perusahaan atau organisasi tertentu.

Sedangkan Sistem Pengendalian Intern merupakan kumpulan dari pengendalian intern yang terintegrasi, berhubungan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Di lingkungan perusahaan, pengendalian intern didifinisikan sebagai suatu proses yang diberlakukan oleh pimpinan (dewan direksi) dan management secara keseluruhan, dirancang untuk memberi suatu keyakinan akan tercapainya tujuan perusahaan yang secara umum dibagi kedalam tiga kategori, yaitu :


a) Ke-efektif-an dan efisiensi operasional perusahaan
b) Pelaporan Keuangan yang handal
c) Kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan yang diberlakukan

Suatu pengendalian intern bisa dikatakan efektif apabila ketiga kategori tujuan perusahaan tersebut dapat dicapai, yaitu dengan kondisi :

a) Direksi dan manajemen mendapat pemahan akan arah pencapain tujuan perusahaan, dengan, meliputi pencapaian tujuan atau target perusahaan, termasuk juga kinerja, tingkat profitabilitas, dan keamanan sumberdaya (asset) perusahaan.

b) Laporan Kuangan yang dipublikasikan adalah handal dan dapat dipercaya, yang meliputi laporan segmen maupun interim.

c) Prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sudah taati dan dipatuhi dengan semestinya.


Struktur Pengendalian Intern

Sruktur pengendalian intern terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu :

(1). Lingkungan Pengendalian
Merupakan dasar dari komponen pengendalian yang lain yang secara umum dapat memberikan acuan disiplin. Meliputi : Integritas, Nilai Etika, Kompetensi personil perusahaan, Falsafah Manajemen dan gaya operasional, cara manajmene di dalam mendelegasikan tugas dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan personil, serta, arahan yang diberikan oleh dewan direksi.

(2). Penilaian Resiko
Identifikasi dan analisa atas resiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan yaitu mengenai penentuan “bagaimana resiko dinilai untuk kemudian dikelola”. Komponen ini hendaknya mengidentifikasi resiko baik internal maupun eksternal untuk kemudian dinilai. Sebelum melakukan penilain resiko, tujuan atau target hendaknya ditentukan terlebih dahulu dan dikaitkan sesuai dengan level-levelnya.

(3). Aktivitas Pengendalian
Kebijakan dan prosedur yang dapat membantu mengarahkan manajemen hendaknya dilaksanakan. Aktivitas pengendalian hendaknya dilaksanakan dengan menembus semua level dan semua fungsi yang ada di perusahaan. Meliputi : aktifitas-aktifitas persetujuan, kewenangan, verifikasi, rekonsiliasi, inspeksi atas kinerja operasional, keamanan sumberdaya (aset), pemisahan tugas dan tanggung jawab.

(4). Informasi dan Komunikasi
Menampung kebutuhan perusahaan di dalam mengidentifikasi, mengambil, dan mengkomukasikan informasi-informasi kepada pihak yang tepat agar mereka mampu melaksanakan tanggung jawab mereka. Di dalam perusahaan (organisasi), Sistem informasi merupakan kunci dari komponen pengendalian ini. Informasi internal maupun kejadian eksternal, aktifitas, dan kondisi maupun prasyarat hendaknya dikomunikasikan agar manajemen memperoleh informasi mengenai keputusan-keputusan bisnis yang harus diambil, dan untuk tujuan pelaporan eksternal.

(5). Pengawasan
Pengendalian intern seharusnya diawasi oleh manajemen dan personil di dalam perusahaan. Ini merupakan kerangka kerja yang diasosiasikan dengan fungsi internal audit di dalam perusahaan (organisasi), juga dipandang sebagai pengawasan seperti aktifitas umum manajemen dan aktivitas supervise. Adalah penting bahwa defisiensi pengendalian intern hendaknya dilaporkan ke atas. Dan pemborosan yang serius seharusnya dilaporkan kepada manajemen puncak dan dewan direksi.


Kelima komponen ini terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memberikan kinerja sistem yang terintegrasi yang dapat merespon perubahan kondisi secara dinamis. Sistem Pengendalian Internal terjalin dengan aktifitas opersional perusahaan, dana akan lebih efektif apabila pengendalian dibangun ke dalam infrastruktur perusahaan, untuk kemudian menjadi bagian yang paling esensial dari perusahaan (organisasi).


Istilah-istilah penting dalam Pengendalian Intern

Kondisi Terlaporkan (Reportable Condition)
Istilah lainnya adalah Defisiensi Signifikan, kedua istilah ini dipergunakan dalam mendefinisikan suatu kondisi yang defisiensi secara signifikan di dalam rancangan atau operasional atas pengendalian intern yang mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam melakukan pencatatan, proses, mengkompilasi dan melaporkan data keuangan yang konsisten dengan asersi manajemen di dalam laporan keuangan perusahaan. Defisiensi signifikan yang luas dapat mengakibatkan Kelemahan Material (Material Weakness).

Kelemahan Material (Material Weakness)
Didefinisikan sebagai kondisi yang terlaporkan dimana rancangan atau opersional dari salah satu atau lebih pengendalian intern-nya tidak mampu mengurangi atau menurunkan suatu resiko ringan atau salah penyajian yang disebabkan oleh kesalahan atau penggelapan yang jumlahnya relatif material kaitannya dengan laporan keuangan yang jika di audit akan dapat ditemukan, akan tetapi tidak terdeteksi dalam periode yang sama oleh pegawai dalam pelaksanaan pekerjaan secara normal.

Kompensasi Pengendalian (Compensating Control)
Ada beberapa perusahaan yang karena skala usahanya memang termasuk kecil, mengakibatkan perusahaan tidak memungkinkan untuk melaksanakan pengendalian intern yang sederhana sekalipun (misalnya : pemisihan tugas atau fungsi). Adalah penting bagi manajemen untuk melakukan kompensasi terhadap bagian yang pengendaliannnya lemah atau tidak dapat berjalan untuk suatu kurun waktu tertentu. Dalam hal internal manajemen telah melakukan kompensasi untuk menutupi kelemahan pengendalian tersebut, internal auditor seharusnya tidak melaporkan kelemahan tersebut sebagai material weakness, bahkan reportable condition sekalipun, hendaknya disesuaikan dengan sekala perusahaan.


Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern

Penting untuk dipahami bahwa : Sistem Pengendalian Intern yang efektif TIDAK MEMBERIKAN JAMINAN ABSOLUT akan tercapainya tujuan perusahaan. Secara sederhananya dapat dikatakan bahwa SITEM PENGENDALIAN YANG HANDAL TIDAK BISA MENGUBAH MANAJER YANG BURUK MENJADI BAGUS. Akan tetapi Sistem Pengendalian Intern yang handal dan efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula.


SISTEM PENGENDALIAN INTERN YANG EFEKTIF BUKAN MERUPAKAN JAMINAN AKAN KESUKSESAN BAHKAN KELANGSUNGAN HIDUP PERUSAHAAN SEKALIPUN.

SISTEM PENGENDALIAN INTERN BERFUNGSI SEBAGAI PENGATUR SUMBERDAYA YANG TELAH ADA UNTUK DAPAT DIFUNGSIKAN SECARA MAKSIMAL GUNA MEMPEROLEH PENGEMBALIAN (GAINS) YANG MAKSIMAL PULA dengan pendekatan perancangan yang menggunakan ASAS COST-BENEFIT.

Suatu sistem handal macam apapun selalu memiliki celah kelemahan. SISTEM PENGENDALIAN INTERN pun bisa dimanfaatkan oleh personil tertentu untuk kepentingan pribadinya dengan mengeksploitasi kelemahannya.


Pihak-pihak Yang Bertanggungjawab Terhadap Sistem Pengendalian Intern

Semua pihak di dalam perusahaan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem pengendalian intern. Namun demikian, secara struktural pihak-pihak yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam perancangan dan pengawasan Sistem Pengendalian Intern meliputi :

Chief Executive Officer (CEO)
Chief Financial Officer (CFO)
Controller / Director Of Accounting & Financial
Internal Audit Comitee


Catatan :

Jika tidak ada hambatan, saya akan membuat satu contoh MODEL RANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN yang mudah-mudahan bisa dijadikan contoh dalam penyusunan Sistem Pengendalian Intern maupun perancangan alat ujinya. Tetapi ini butuh waktu, mungkin sedikit agak lama.
In the meantime, saya akan tetap memposting artikel-artikel maupun tips-tips AKUNTANSI, KEUANGAN dan PERPAJAKAN yang mudah-mudahan akan tetap LEBIH ADVANCE, sekaligus APLIKATIF.

Nov 22, 2007

ANALISA PENGADAAN AKTIVA TETAP

Senang saya bisa posting lagi :-)

Dan seperti janji saya sebelumnya, saya akan lanjutkan pembahasan mengenai ANALISA PENGADAAN AKTIVA TETAP. Yang sudah menunggu, sorry sudah membuat menunggu. Mudah-mudahan penantian anda tidak sia-sia :-)

Oh iya, mungkin ada yang bertanya; “mengapa disebut pengadaan ? kenapa tidak disebut pembelian saja ?”. :-)

No ! :-), kalau disebut pembelian, berarti langsung beli. Aktiva tidak selalu harus dibeli, anda bisa menyewanya (leasing) atau bisa juga dengan menukarkan aktiva anda yang sudah tidak produktif lagi (mungkin karena sudah tidak memproduksi barang yang sama lagi). Makanya tidak disebut pembelian aktiva tetap. Akan tetapi untuk saat ini kita batasi dengan membeli saja :-) Ok ?, siip!.

Tapi sebelum masuk ke pembahasan, bagi yang belum membaca artikel : Prosedur & Analisa Pengadaan Aktiva Tetap [-baca-], saya sarankan untuk membacanya terlebih dahulu, akan membantu untuk lebih mudah memahami pembahasan yang berikutnya.

Sebelum melakukan pengadaan/pembelian aktiva tetap, ada beberapa analisa dan perhitungan yang penting untuk dilakukan.


Analisa Ketersediaan dan Alokasi Kas Untuk Pengadaan Aktiva Tetap

Pembelian Aktiva Tetap melibatkan dana yang relative besar, salah mengalokasikan dana, bisa-bisa produksi malah tersendat atau bahkan tidak jalan, dana yang seharusnya anda perioritaskan untuk berproduksi tapi di alokasikan untuk menambah mesin. Jadi harus di analisa terlebih dahulu. Identifikasi kapan saat yang tepat untuk menambah aktiva tetap.


Contoh Kasus :

Pada tanggal 01 November 2007, Sebuah perusahaan manufaktur bermaksud meningkatkan kapasitas produksinya dengan cara menambah mesin. Saldo Kas pada tanggal 01 November 2007 adalah sebesar Rp 450,000,000. Perusahaan sedang menyelesaikan produksi atas pesanan yang diterima pada tanggal 01 Sept 2007, lamanya waktu berproduksi (production lead time) adalah 3 bulan, diperkirakan akan selesai dan siap dikirim pada tanggal 01 Desember 2007, termin pembayarannya net 30 hari. Profit margin di set 30%. Dari Laporan Peramalaan Penjualan (Sales Forecast) nampak sales akan meningkat 15%. Produksi akan dikerjakan mulai 01 Desember 2007, dengan production lead time 3 bulan, termin pembayaran net 30 hari. Tambahan Informasi : Dari Laporan Laba Rugi berjalan nampak : Harga Pokok Penjualan (Cost Of Good Sold) 01 Sept – 31 Okt 2007 adalah Rp 110,000,000,- Sedangkan biaya operasional (Expenses) adalah Rp 87,000,000,-

Kapan saat yang tepat untuk melakukan pembelian mesin untuk meningkatkan kapasitas produksi ? dan berapa besarnya dana yang bisa dialokasikan untuk pembelian mesin tersebut?.

Perhatikan screen shoot berikut :

Format analisa terdiri dari 3 kolom yaitu :
Description : memuat elemen-elemen Kas dan Cost untuk periode tertentu.
Cost & Revenue Analysis : berisi perhitungan-perhitungan cost, profit & sales
Cash Analysis : Berisi mutasi kas sejalan dengan proses alur perubahan dari produksi sampai menjadi sales/AP hingga menjadi kas.

Jika kita perhatikan pada kolom “ Cost & Revenue Analysis” dan “ Cash Analysis” dapat kita lihat bahwa setiap aktivitas cost akan mengakibatkan mutasi kas keluar (warna merah bertanda minus) sedangkan “sales” akan memicu adanya mutasi kas masuk, hanya saja tidak seketika, akan tetapi baru sebulan kemudian, hal ini disebabkan oleh termin pembayaran yang net 30 hari.

Besarnya kas keluar adalah sebesar biaya produksi (COGS) ditambah dengan beban operasional (Expenses), sedangkan besarnya kas masuk (incoming cash) adalah sebesar sales. Setiap kas keluar atau masuk sengaja saya ikuti dengan saldo (cash balance, diberi warna biru), hal ini dimaksudkan agar adapat dilihat dengan saldo kas pada saat (tanggal tertentu), dengan harapan nantinya kita bisa menentukan saat yang tepat untuk melakukan pembelian aktiva tetap.

Pada SALES FORECAST, perlu diperhitungkan kemungkinan adanya pembengkakan cost maupun expense dengan memasukkan cadangan (reserve) sebesar 10%, masing-masing perusahaan menentukan berbeda untuk reservenya, logikanya disesuaikan dengan tingakat pengendalian perusahaan (efisiensi & kinerja/produktifitas).

Jika dirangkum, mutasi kas akan menjadi seperti dibawah :

Kapan saat yang tepat untuk melakukan pembelian dan berapa yang bisa dialokasikan ?.

Pembelian mesin dimaksudkan untuk mengantisipasi peningkatan sales sebesar 15%
Perhatikan bagian : “SALES FORECAST (01-Des-07 ~ 01-Mar-08)
Produksi akan dimulai pada tanggal 01 Desember 2007, maka mesin baru hendaknya sudah terpasang, artinya mesin sudah harus dibeli jauh-jauh hari sebelum tanggal 01 Desember 2007.

Apakah saldo kas mencukupi ? berapa besarnya dana yang bisa dialokasikan untuk membeli mesin ?.

Saldo Kas (cash balance) yang semula Rp 450,000,000, pada tanggal 01 Desember 2007 sudah berubah menjadi Rp 347,000,000. Hal ini disebabkan oleh adanya aktifitas produksi dari tanggal 01 Nov s/d 31 Desember 2007 yang memicu kas keluar sebasr Rp 103,000,000,-

Apakah Saldo Kas yang sebesar Rp 347,000,000 sudah bisa dialokasikan untuk membeli mesin semuanya?. jawabannya tidak.

Kas baru akan masuk lagi pada tanggal 01 Januari 2008, Saldo tersebut masih harus dicadangkan untuk membiayai produksi dari tanggal 01 s/d. 31 Desember 2007 sebesar Rp 114,375,000,- . Sisanya yang Rp 232,625,000 bisa dialokasikan untuk membeli mesin.


Analisa Perbandingan Cost & Benefit Pengadaan Aktiva Tetap

Selain ketersediaan dan alokasi kas, untung ruginya pun harus dikalkulasi terlebih dahulu. Jangan sampai volume prouksi meningkat karena penambahan mesin, akan tetapi di akhir penutupan buku, laba perusahaan tidak ikut meningkat. Sia-sia bukan ?.

Dengan menggunakan contoh kasus yang sama (perusahaan memutuskan untuk mengalokasikan dananya hanya sebesar Rp 200,000,000), kita perhatikan analisa berikutnya :

Cost yang ditimbulkan langsung oleh penambahan mesin adalah depreciation cost (penyusutan) yang nantinya akan masuk ke dalam COGS, yaitu pada Overhead Cost, dan akan ikut mengurangi laba secara langsung. Pada kasus di atas, akibat pembelian mesin Sebesar Rp 200,000,000 menimbulkan deprecition cost sebesar Rp 6,250,000,- per satu kwartal (01 Des 07 ~ 01 Maret 08), sehingga profit yang tadinya sebesar Rp 103,612,500, pada kwartal yang sama berubah mejadi Rp 97,362,500,- saja. Jika dibandingkan dengan produksi pada kwartal sebelumnya ( 01 Sept ~ 31 Des 07) dimana perusahaan hanya memperoleh profit sebesar Rp 90,000,000,-, maka nampaklah profit perusahaan meningkat sebesar Rp 7,362,500, sehingga profit menjadi Rp 97,362,500,-
Dengan demikian rencana pembelian mesin tidak diragukan lagi. Bisa dilaksanakan.


Membeli Tunai atau dengan Mencicil ?

Pada contoh kasus di atas, kebetulan kas perusahaan mencukupi untuk melakukan pembelian. Bagaimana jika kas tidak mencukupi sementara mesin sudah harus di beli ?.

Coba kita bandingkan, bagimana jika perusahaan membelinya dengan mencicil. Anggap saja perusahan membeli masinnya dengan cara mencicil, tentu saja dikenakan bunga. Suku bunga pada saat itu adalah 20% flat per tahun, dan perusahaan akan mencicilnya selama 5 tahun.

Perhatikan perbandingan berikut :


Bunga akibat pencicilan aktiva harus dikapitalisasi terlebih dahulu, artinya : bunga yang sebesar Rp 10,000,000 selama satu kwartal (01 Des 07 ~ 01 Maret 08) ditambahkan pada harga perolehan mesin, sehingga menjadi Rp 210,000,000,- dan depreciation cost (penyusutan) berubah menjadi Rp 6,562,500,- . Dibandingkan jika membeli tunai jelas cost menjadi naik sebesar Rp 312,500,- Keputusan apakah akan membeli tunai atau mencicil, tergantung apakah penurunan profit sebesar Rp 312,500,- sebanding dengan mencadangkan Kas untuk aktivitas usaha lainnya ?.


Analisa perbandingan antara satu type mesin dengan type mesin lain, juga dengan source (supplier) yang berbeda-beda.

Cukup kas pun terkadang tidak cukup membuat kita tenang, kita masih harus memilih memakai type mesin apa?, membeli dimana ? bagaimana dengan garansinya, bagaimana dengan sparepartnya?. Melihat harga mesin saja tidak lah cukup memadai, harus dianalisa lebih detail lagi :-)

Contoh Kasus :

Pada saat akan melakukan pembelian masin, anda memperoleh 3 quotation dari 3 supplier ( Type X ditawarkan oleh PT. SUN, Type Y diatarkan oleh PT. SIN, dan type Z ditawarkan oleh PT. SAN) pada dasarnya fungsi mesin sama, hanya saja ada beberapa faktor lainnya yang berbeda. Perhatikan contoh dibawah :

Melihat data diatas, dengan mudah kita bisa melihat bahwa yang paling competitive adalah mesin Type Y dari PT. SIN. Setelah dianalisis lebih detail, apakah benar type mesin Y dari PT SIN adalah pilihan tepat ?.

Kita perhatikan analisa dibawah ini :

Pertama kita kapitalisasi ongkos angkut menjadi harga perolehan mesin, lalu kita susutkan menggunakan metode Unit Production Output Method, dengan cara membagi Harga perolehan dengan Kapasitas mesin, Maka kita akan memperoleh Depreciation Cost. Ingat : Cost utama yang timbul akibat penggunaan aktiva tetap adalah depreciation cost.

Lalu kita tambahkan parameter analisa dengan memperhitungkan maintenance cost, yang kita masukkan ke dalam maintenance analysis adalah sparepart-sparepart utama saja, (yang harganya material), pada contoh diatas ada 3 sparepart utama, lalu masing2 kita susutkan, jangan lupa garansi harus kita masukkan terlebih dahulu, baru kita susutkan. Target kita adalah memperoleh perbandingan cost per unit production output. Perhatikan pada baris terakhir “ COST PER UNIT”, sekarang manakah yang paling layak untuk dibeli ? mesin type Z dari PT San !.

Selamat mencoba. Goodluck !.

Nov 19, 2007

PROSEDUR & ANALISA PENGADAAN AKTIVA TETAP

Tingkat Kebutuhan Aktiva Tetap

Kebutuhan akan aktiva tetap selalu ada pada setiap aktivitas usaha, apapun jenis dan bentuk usahanya. Tingkat kebutuhan akan aktiva tetap tergantung di fase mana aktifitasnya berada. Dari 4 (empat) fase daur hidup suatu usaha (business life cycle), aktivitas pembelian aktiva berada diantara 3 fase saja, yaitu :

Fase Pendirian (establishment)
Pada fase ini, semua jenis aktiva tetap belum tersedia (kecuali jika perusahaan yang didirikan adalah bentuk peleburan atau penggabungan). Untuk itu perusahaan perlu :
Membeli atau menyewa tempat usaha (tanah dan gedung)
Membeli atau menyewa mesin dan peralatan
Membeli atau menyewa peralatan transportasi

Fase Pertumbuhan (growth & expansion)
Di fase ini, seharusnya semua jenis aktiva tetap telah tersedia. Akan tetapi karena perusahaan terus berkembang, sering terjadi aktiva tetap yang telah tersedia tidak cukup kapasitas untuk menampung aktivitas usaha. Untuk itu perlu melakukan penambahan pengadaan aktiva tetap. Tentunya tergantung jenis aktiva mana yang kapasitasnya tidak mencukupi.

Fase Kedewasaan (maturity)
Saat perusahaan berada pada fase kedewasaan, jumlah maupun kapasitas aktiva tetap telah mencukupi aktivitas usaha. Akan tetapi, Intensitas penggunaan aktiva tetap yang tinggi, akan membuat sebagian aktiva mengalami penurunan fungsi atau kapasitas dengan drastis, sehingga ada kalanya perusahaan sudah harus mengganti aktiva yang lama dengan yang baru. Perlu melakukan pengadaan lagi. Biasanya ini terjadi pada aktiva jenis mesin dan peralatan.

Catatan : Jenis aktiva mesin dan peralatan terkadang mengalami penggantian akibat perubahan model produk yang akan dihasilkan. Hal ini biasanya terjadi pada usaha-usaha yang menghasilkan fast moving product, atau produk-produk yang berbasis trend mode (misalnya produk pakaian).


Mengapa Perlu Cost Analysis Sebelum Pembelian Aktiva ?

[Alasan-1]. Pembelian Aktiva Melibatkan Dana Yang Relative Besar

Penggunaan dana yang relative besar akan berimplikasi terhadap tingkat ketersediaan kas perusahaan. Hal ini lah yang membuat pengadaan aktiva menjadi critical. Perlu di lakukan analisis yang memadai terhadap tingkat ketersediaan kas dengan tingkat kebutuhan akan aktiva.

Contoh :

Saat ini Saldo Kas perusahaan adalah sebesar Rp 200,000,000,- Perusahaan sedang berproduksi dengan estimasi harga pokok sebesar Rp 50,000,000,- akan selesai dalam 1 bulan ke depan dengan payment term net 30 hari, estimate profit margin 30%. Sementara dalam Laporan Peramalan Penjualan (sales forecast report) nampak bahwa sales akan meningkat 50% dalam satu kwartal ke depan, lamanya berproduksi (production lead time) adalah 30 hari, system pembayaran atas penjualan (payment term on sales) adalah net 30 hari, Trend beban operasional selama kwartal yang lalu adalah Rp 60,000,000 ~ 85,000,000 ~ 95,000,000,- dan Trend beban operasional selama 2 bulan berjalan Rp 75,000,000 ~

Kapan saat yang tepat untuk melakukan pengadaan aktiva ? --> perlu dianalisa
Berapa besarnya dana yang bisa di alokasikan ? --> perlu dianalisa
Bagaimana jika kas tidak menucukupi ? --> Perlu dianalisa


[Alasan-2]. Adanya Asas Cost and Benefit

Setiap Cost yang timbul dalam aktivitas usaha tentunya diharapkan akan memberikan manfaat kembali (returned benefit) bukan ?.
Pengadaan aktiva adalah aktivitas cost (cost activity), jadi penentuan jenis, kapasitas, dan jumlah aktiva yang akan diadakan hendaknya dihubungkan dengan manfaat yang akan diharapkan. Yaitu dengan membandingkan antara cost yang akan muncul dengan benefit yang diharapkan.

Dengan kasus yang sama seperti pada [Alasan-1] di atas :
Jenis, kapasitas, jumlah mana yang memberi manfaat maksimal ? --> Perlu dianalisa


[Alasan-3]. Adanya Pilihan Cara Pengadaan Aktiva

Cara pengadaan aktiva ada berbagai macam pilihan, yaitu :

Membeli tunai
Membeli dengan cara mencicil
Menyewa
Menukarkan aktiva yang kurang berdaya guna dengan aktiva yang diharapkan memberi manfaat lebih baik

Setiap pilihan akan datang berasamaan dengan resiko dan potensi peluang manfaat. Dengan berbagai pilihan yang ada :

Cara pengadaan manakah yang memeiliki potensi peluang manfaat tertinggi dengan resiko terendah ? --> Perlu analisa


[Alasan-4]. Adanya Pilihan Type dan Sources
Sering terjadi aktiva sejenis akan tetapi tersedia berbagai macam spesifikasi, tambahan fungsional (additional feature) dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hal ini akan berimplikasi terhadap BEBAN (BIAYA) pemeliharaan (MAINTENANCE), penggantian sparepart (REPAIR) maupun turun mesin (OVERHAUL).

Yet, persaingan antar pemasok (sources) terkadang memberikan pilihan cost yang berbeda-beda secara signifikan. Pemberian discount, pelayanan purna jual (service after sale) dan garansi (warranty).

Semua itu hendaknya menjadi pertimbangan yang perlu di dalam penentuan pengadaan aktiva. dan memerlukan analisa yang memadai.

Semua pertanyaan tersebut akan kita hitung, bahas secara terperinci pada postingan saya berikutnya, yaitu : ANALISA SEBELUM PENGADAAN AKTIVA
Update : artikel Analisa pengadaan aktiva tetap kini sudah ada, silahkan di [-baca-]

Tidak sabar rasanya untuk membaginya disini, apa daya hari sudah malam, sementara tugas berat esok hari telah menanti.

Just FYI : Saya sedang menghadapi pemeriksaan pajak, yang memerlukan konsentrasi, pemikiran dan energy.

Kabar gembiranya : Begitu kasus pemeriksaan pajak ini tuntas, saya akan membagi pengalaman saya dalam menghadapi pemeriksaan pajak dari awal proses sampai akhir !! Yess!! :-)
Saya yakin itu akan bermanfaat bagi rekan-rekan pembaca, utamanya bagi yang bergelut dibidang corporate financial.

Sementara itu :

Silahkan baca artikel atau tips saya yang lain, pilihan artikel dan tips ada pada bagian atas judul posting ini, jika anda merasa kesulitan menemukan topic yang anda inginkan, anda bisa melakukan pencarian pada fasilitas pencarian yang ada pada ujung atas halaman blog ini, mungkin saja topic yang dicari berada pada judul yang berbunyi berbeda.

Agar dapat kembali mengikuti kelanjutan posting ini dengan mudah, tanpa harus melalui search engine, saya sarankan :

Bookmark blog ini, dengan cara meng-klik tombol bookmark dibawah, atau;
Tambahkan ke menu favorite pada piranti browser anda, dengan cara : Klik menu “Favorites” --> “Add to favorites” --> “Ok”
Dikesempatan lain, jika anda ingin kembali ke blog ini, anda hanya perlu mengklik menu "Favorite" --> temukan dan pilih "ACCOUNTING, FINANCE & TAXATION" pada menu drop down yang muncul --> browser akan langsung membawa anda ke blog ini.

Nov 16, 2007

EKUALISASI PAJAK (Pasal 21 dan PPn)

Bagi seorang Pemeriksa Pajak (tax auditor) maupun bagi Praktisi Perpajakan, istilah ekualisasi pajak tentu sudah tidak asing lagi, tapi bagi sebagian orang yang lainnya (mungkin sebagian besar) walaupun sudah pernah belajar mata kuliah perpajakan, bahkan pegawai accounting sudah pernah membuat laporan pajak, tetapi belum mengetahui Ekualisasi Pajak.

Untuk maksud itulah tulisan ini dibuat ("bapak-bapak auditor pajak atau praktisi perpajakan yang terhormat....... ijinkanlah saya membagi pengetahuan ini untuk teman-teman pembaca blog ini, agar mereka tidak tersesat seperti saya dahulu. Bukankah ini juga akan meringankan bapak-bapak dalam melakukan pemeriksaan :-P :-P ?" ).


Apa itu “Ekualisasi Pajak” ?

Secara sederhana bisa dikatakan ekualisasi pajak adalah pemeriksaan tingkat keseimbangan antara satu jenis pajak dengan jenis pajak yang lain yang memiliki hubungan. Yang dimaksud hubungan disini adalah elemen laporan suatu jenis pajak merupakan bagian dari laporan jenis pajak yang lain (baik itu sebagian maupun keseluruhan).
Ekualisasi yang biasa dilakukan dalam proses pemeriksaan ada 2 (dua) yaitu :

(-) Ekualisasi PPn dengan Omset (Penjualan) PPh Pasal 25 & 29
(-) Ekualisasi PPh Pasal 21 dengan Pengakuan Biaya Gaji dan Upah Tenaga Kerja Langsung pada "
Laporan Laba Rugi"


Ekualisasi "PPh Pasal 21" dengan Pengakuan Biaya Gaji dan Upah Tenaga Kerja Langsung pada "Laporan Laba Rugi"

Ini adalah Penyeimbangan antara Laporan PPh Pasal 21 dengan Ongkos Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour Cost) dan Biaya Gaji (Payroll Expenses)

Perhatikan screen shoot dibawah :

Pada SPT PPh Pasal 21 –nya, wajib pajak (Perusahaan) melaporkan adanya Penghasilan Bruto Karyawan hanya sebesar Rp 1,886,635,413 saja, sementara itu……..

Pemeriksa menemukan pengakuan Upah Langsung sebesar Rp 881,301,625,- dan Biaya Gaji sebesar Rp 1,109,454,000,- sehingga Total Obyek PPh Pasal 21 diakui oleh WP (Perusahaan) seharusnya sebesar Rp 1,990,755,625,-. Untuk itu pemeriksa melakukan koreksi atas Penghasilan Bruto Pada Laporan PPh Pasal 21 WP sebesar Rp 104,120,212,-

Andai saja……….

Perusahaan menyadari bahwa antara Penghasilan Bruto pada Laporan PPh Pasal 21 dengan pengakuan Biaya Gaji & Ongkos Tenaga Kerja Langsung pada Laporan Laba Rugi PPh Pasal 29, harus seimbang, tentu perusahaan akan membuat laporan sebagai berikut :

PPh Pasal 21 : Pengahsilan Bruto Karyawan Rp 1,886,635,413,-
PPh Pasal 29 :
- Upah Tenaga Kerja Langsung Rp 886,635,413,-
- Biaya Gaji Rp 1,000,000,000,-

Tentu koreksi sebesar Rp 104,120,212 TIDAK PERLU TERJADI bukan ? :-) :-)


Ekualisasi PPn dengan Omset (Penjualan) PPh Pasal 25 & 29

Ini adalah ekualisasi yang memeriksa antara “Laporan PPn” dengan “Pengakuan Omset (Penjualan) Dalam Negeri” perusahaan.

Perhatikan Screen shoot dibawah ini :

Temuan Penjualan sebesar Rp 8,593,213,094,- pada Laporan PPh Pasal 29, harus diikuti dengan temuan penjualan sejumlah yang kurang lebih sama pada Laporan PPn.

Karena Wajib Pajak hanya mengakui penjualan sebesar Rp 3,160,772,250 saja pada Laporan PPh Pasal 29 –nya, maka pemeriksa melakukan koreksi sebesar Rp 5,432,440,844. Pada PPn pun pemeriksa juga melakukan koreksi yang kurang lebih sama dengan yang dilakukan pada PPh Pasal 29 –nya. Dengan demikian maka Laporan PPn dengan Laporan PPh Pasal 29-nya sudah “equal” atau “Sesuai”atau “berimbang”.

Baca juga artikel lain mengenai : Alur Proses Pembuatan Laporan Pajak [-baca-]
Short Description :
Artikel yang memberi pengetahuan praktis mengenai pehaman dan menavigasi laporan pajak, agar laporan pajak anda menjadi lebih precisely antar satu halaman dengan lembar halaman yang lain, penting untuk memuluskan proses pelaporan di kantor pajak [-baca-]
Accounting (Akuntansi), Financial (Keuangan) & Taxation (Perpajakan). Didedikasikan bagi mereka yang membutuhkan artikel, tips, Case study, spreadsheet & tools yang bersifat aplikatif.


K A T E G O R I

Account Receivable (4) Accounting (93) Accounting Case Study (15) Accounting Certification (1) Accounting Contest (1) Accounting For Manager (4) Accounting Software (2) Acquisition (5) Advance accounting (6) Aktiva Tetap (16) Akuisisi (5) Akuntansi Biaya (3) Akuntansi Dasar (2) Akuntansi Management (4) Akuntansi Pajak (9) Akuntansi Translasi (2) Announcement (6) archiving (1) ARTICLES (4) ARTIKEL (91) Audit Kinerja (1) Auditing (3) Balance sheet (1) Bank (1) Basic Accounting (1) Bea Cukai (4) Bea Masuk (7) Calculator (2) Capital (1) Career (2) Cash (1) Cash Flow (3) Certification (1) COGS (11) Contest (1) Cost (18) Cost Analysis (12) CPA (2) CPA EXAM (1) Credit (1) Credit Policy (1) Current Asset (1) Data (1) Discount (1) Diskon (1) Duty (1) Expense (4) Export - Import (15) FASB (1) Finance (8) FINANCIAL (16) Financial Control (10) Foreign Exchange Rate (1) Form (2) FOTO (1) FRAUD (2) Free Download (9) Freebies (6) GAAP (1) GAJI (3) Garansi (1) Gift (1) Goodwill (1) Hotel (1) IFRS (1) Import (5) Import Duty (7) International Accounting (1) Investasi (1) Job Vacant (1) Kas (6) Kas Bank (3) Kas Kecil (1) Kasus Akuntansi (3) Kasus Legal (2) Kasus Pajak (6) Keuangan (3) Komentar (1) Konsolidasi (4) Laba-Rugi (1) Lain-lain (15) LANDING COST (1) Laporan Arus Kas (2) Laporan Keuangan (9) Lean Accounting (1) Lean Concept (1) Lean Manufacturing (1) Legal (1) Lowongan Kerja Accounting (2) MA Accounting (3) Management Accounting (5) Merger (4) Miscellaneous (2) Modal (1) neraca (1) PAJAK (24) payroll (1) Pembelian (2) Pemberitahuan (3) Pendapatan (2) Pengakuan Pendapatan (1) Pengarsipan (1) Pengendalian (6) Pengendalian Keuangan (15) PENGGELAPAN (1) Penjualan (1) Perlakuan akuntansi (2) Petty Cash (1) PHOTO (1) Piutang (1) PPH PASAL 21 (11) PPh Pasal 22 (3) PPh Pasal 26 (2) PPn (2) PPn Import (5) Professi Akuntan (1) Profit-Lost (1) PURCHASE (2) Quiz (1) Rabat (1) Rebate (1) Retur (1) Return (1) Revenue (4) Review (1) Sales (2) SERIE ARTIKEL (1) Sertifikasi (1) Shareholder (1) Shipping Agent (1) Shipping Charge (1) Soal dan Jawaban CPA (1) SPI (1) Spreadsheet Accounting (5) Spreadsheet Gratis (4) system pengendalian (1) system pengendalian gaji (1) Taxation (18) Template (2) Tip n Tricks (4) TIPS AND TRICKS (38) Tools (8) Tutup Buku (1) Ujian CPA (1) UPAH (3) update situs (2) USAP (2) Utilities (1) Video Tutor (1) warranty (1) What Is New (7)

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Mengapa perlu men-subscribe ?
Dengan men-subscribe, anda akan menerima pemberitahuan setiap kali ada update terbaru (artikel, tips, free download template, files, dll) dari ACCOUNTING, FINANCE & TAXATION langsung di INBOX e-mail anda.
Bagaimana caranya mensubscribe ?=> Ketik e-mail address anda (pada kolom yang disediakan diatas)=> Klik tombol "subscribe"=> Setelah men-klik tombol subscribe, akan muncul window (halaman) baru=> Pada halaman baru tersebut, masukkan kode validasi yang disediakan=> Klik tombol "subscribe"=> Masuk ke inbox email anda, lalu klik link verifikasi yang disediakan=> Selesai