You may wanna say…..”no more talks, just show me the h*ll! Please :P”.
Okay-okay… saya ngerti.. kita langsung saja….
PPh Pasal 25 (The Basic)
PPh Pasal 25 adalah UANG MUKA PPh BADAN, yang besarnya dihitung dengan cara membagi PPh Badan Tahun lalu dengan jumlah bulan tahun takwim (12).
Misal:
PPh Badan Terhutang Tahun 2006 anda adalah Rp 3,000,000, maka PPh Pasal 25 yang harus anda setorkan setiap bulannya di tahun 2007 adalah:
Rp 3,000,000/12 = Rp 250,000,-
Bapak-bapak kita di Kantor Pajak termasuk bapak-bapak konsultan pajak dan para pegiat pajak lainnya menyebut istilah ini dengan LUNSUM (saya cari-cari di wikipedia tidak saya temukan kata lunsum, lansum, lansam apalagi, entah bagaimana tulisannya yang benar, tapi saya rasa yang benar tulisannya “Lun-Sum” mohon dikoreksi jika salah).
PPh Pasal 25 dibayarkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Misal:
PPh Pasal 25 bulan January dibayarkan paling lambat tanggal 10 February.
Jurnal PPh Pasal 25
Ada yang belum tahu bagaimana caranya menjurnal PPh Pasal 25? Well in case kalau ada yang belum tahu, basically seperti dibawah ini:
[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Petty Cash = Rp 250,000
Mudah bukan?.
Kapan PPh Pasal 25 di jurnal? Tentunya saat dibayarkan. Misal: PPh Pasal 25 bulan January dibayar tanggal 09 February (kebiasaan orang accounting “menagih hak/piutang secepat2nya, tetapi membayarkan kewajiban/hutang selambat-lambatnya” untuk mewakili prinsip kehati-hatian :-P) maka dicatat pada tanggal 09 February juga.
Tahu dari mana soal lun-sum dan Jurnal di atas? Itu Undang-undang Pajak nomor berapa tahun berapa? Trus jurnal-nya itu dinyatakan dalam PSAK nomor berapa?
Mengenai undang-undang atau Surat Edaran DJP atau Keputusan Menteri Keuangan, silahkan baca di situs resminya Ditjend Pajak saja (saya tidak mau bersaing dengan situsnya Ditjend Pajak atau blognya bapak-bapak dari DJP) :P. Apalagi meng-copy paste Undang-undangnya ke blog saya, wah…. tidak terimakasih. Lagipula saya lebih tertarik membicarakan tehnik dan practical-nya, serta logika-logika-nya daripada membahas isi undang-undang.
Mengenai PSAK, saya juga tidak hafal, kalau anda perlu silahkan beli buku PSAK (harganya tidak mahal, saya beli hanya Rp 175,000), biarlah itu menjadi bagian dari blognya bapak-bapak dosen saja.
Saya sudah melakukan dengan benar? Mengapa neraca saya menjadi tidak balance setelah membayar PPh Pasal 29? Di mana letak salahnya?
Sudah benar? oh ya? Kalau jurnal dan alurnya sudah benar tidak mungkin tidak balance bukan?, okay mari kita cari sama-sama dimana letak masalahnya…..
Alur dan Jurnal PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29
Contoh Kasus:
PPh Badan PT. Royal Bali Cemerlang adalah sebagai berikut :
Tahun Takwim 2005 = Rp 3,000,000,- (Lun-Sum 2006 = 3,000,000/12=250,000)
Tahun Takwim 2006 = Rp 3,600,000,- (Lun-Sum 2007 = 3,000,000/12=300,000)
Sehingga di tahun 2007, setiap tanggal 09 bookkeeper PT. Royal Bali Cemerlang menjurnal pengeluaran tersebut seperti dibawah ini:
Jurnal PPh Pasal 25 masa January dan February 2007:
[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 250,000
Jurnal PPh Pasal 25 masa March s/d. December 2007:
[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 300,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 300,000
Mengapa berbeda antara January ~ February dengan March ~ December?
Karena PPh Pasal 29 Tahun 2006 baru dibayarkan tanggal 20 March 2007, sehingga bulan January dan February 2007 masih memakai lun-sum Tahun 2006 yang dihitung berdasarkan PPh Badan Tahun 2005. Cukup jelas kan? (jika belum jelas, silahkan ulangi baca pelan-pelan saya yakin anda mengerti).
Jika diringkas Daftar PPh Pasal 25 PT. Royal Bali Cemerlang Tahun 2007 menjadi sebagai berikut:
Sehingga di akhir tahun, BUKU BESAR: “Uang Muka PPh” akan seperti dibawah ini:
Sedangkan BUKU BESAR: “Petty Cash” seperti dibawah ini:
Nantinya, pada penutupan buku 31 Desember 2007, “Uang Muka (PPh Pasal 25)” akan masuk ke Neraca di sisi “Aktiva” pada kelompok “Aktiva Lancar” yang akan menjadi penyeimbang “Petty Cash” yang berkurang sejumlah yang sama yaitu Rp 3,500,000.
Catatan: (Penting!)
Jika anda perhatikan kedua buku besar diatas, pencatatan dimulai dari tanggal 09 February 2007. dan di bulan Desember 2007 ada pembayaran PPh Pasal 25 sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada tanggal 09 Desember dan 30 Desember 2007.
Mengapa?
Di sini lah kuncinya! Tetapi pertanyaan mengapanya akan saya jawab nanti secara khusus ;-)
Pada tanggal 31 December 2007, Laporan Laba/Rugi PT. Royal Bali cemerlang untuk periode 01 Januari s/d. 31 December 2007, membukukan keuntungan Fiskal sebesar Rp 45,000,000 sehingga PPh Badannya menjadi: 10% x Rp 45,000,000 = Rp 4,500,000.
Jurnalnya:
[Debit]. PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000
Catatan: PPh Badan (yang disisi debit) akan masuk ke Laporan Laba/Rugi dan akan menjadi faktor pengurang Laba, dan Utang PPh Badan yang di sisi credit akan masuk ke neraca di sisi “Pasiva” pada kelompok “Liabilities (Kewajiban)”.
Pada tanggal 19 Maret 2008, PT. Royal Bali Cemerlang menyetorkan PPh Pasal 29 ke kas negara melalui bank persepsi sebesar Rp 1,000,000 saja yang dihitung dengan cara:
PPh Pasal 29 = PPh Badan – Uang Muka PPh (pasal 25)
PPh Pasal 29 = Rp 4,500,000 – Rp 3,500,000 = Rp 1,000,000
Dan atas pembayaran tersebut dicatat:
[Debit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000,-
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000
Jurnal di atas akan:
(-). Menghapus Utang PPh Badan (yang kelihatan pada Neraca 31 Desember 2007).
(-). Menghapus Uang Muka PPh Badan (Pasal 25)
(-). Mengurangi Kas perusahaan pada bulan Maret 2008 sebesar Rp 1,000,000
Selanjutnya, Lun-sum (PPh Pasal 25) PT. Royal Bali Cemerlang untuk tahun 2008 adalah sebesar: Rp 4,500,000/12 = Rp 375,000,- berlaku mulai masa bulan Maret yang akan dibayarkan bulan April 2008.
Menjawab pertanyaan “mengapa pencatatan Uang Muka (PPh Pasal 25) dimulai pada tanggal 09 february 2007, dan Pada Bulan Desember dilakukan pembayaran uang muka (PPh Pasal 25) dilakukan duakali?”
Kebanyakan dari kita (termasuk saya dahulu di awal-awal kerja saya) selalu mengikuti arus, yaitu membayarkan pajak menjelang akhir batas waktu (tanggal 09 bulan berikutnya). Misalnya: untuk Uang Muka Pasal 25 (Lun-Sum) bulan January dibayarkan tanggal 09 February dan seterusnya.
Sebenarnya itu tidak masalah, hanya saja menjadi masalah ketika itu dilakukan di bulan Desember. Mengapa?
Karena 31 Desember adalah penutupan buku, jika PPh Pasal 25 untuk bulan December 2007 baru kita bayarkan tanggal 09 January 2008, maka Total Uang Muka PPh Pasal 25 yang kita bayarkan untuk tahun 2007 hanya sebanyak 11 (sebelas) kali, sehingga kas yang keluar hanya sebanyak Rp 3,200,000 dengan rincian:
09 February + 09 March 2007 = Rp 250,000 x 2 = Rp 500,000
09 April ~ 09 Desember 2007 = Rp 300,000 x 9 = Rp 2,700,000
------------------------------------------------------------------
Total = Rp 3,200,000
==============================================
Sehingga di penutupan buku di neraca akan muncul:
Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,200,000,- dan di rekening kas akan berkurang sebesar Rp 3,200,000 juga. Okay, Neraca Komersial sudah dalam kondisi balance, sampai...................
Pada tanggal 19 March 2008 (sesuai dengan contoh kasus) pada saat membayarkan PPh Badan sebesar Rp 1,000,000 dijurnal:
[Debit]. PPh Badan Terhutang = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000,-
Dengan jurnal di atas, jelas neraca tidak akan balance, Uang Muka PPh di neraca 31 Desember 2007 yang hanya Rp 3,200,000 anda hapuskan dengan jurnal sebesar Rp 3,500,000. jelas akan menyisakan saldo minus sebesar Rp 300,000,-
Bagaimana jika pada saat pembayaran PPh Pasal 29, Uang Muka PPh (Pasal 25) dicatat di sisi credit sebesar Rp 3,200,000 saja?
Boleh saja, tetapi resiko-nya anda harus membayar (mengeluarkan cash) sebesar Rp 1,300,000,- karena Utang PPh Badannya Rp 4,500,000. Apakah anda mau membayar lebih sementara bukti SSP anda menunjukkan bahwa anda telah membayar PPh Pasal 25 secara penuh dari January s/d. December?.
Jikapun anda (perusahaan) rela membayar lebih, saya sarankan: jangan lakukan itu, karena jika anda lakukan itu, pada catatan di kantor pajak nantinya anda akan kelihatan lebih bayar (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?), Lunsump Desember akan tetap menjadi pengurang PPh Pasal 29 meskipun anda baru bayarkan di bulan January, (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?) category periksa!.
Lalu bagaimana caranya agar tidak terjadi seperti itu?
Lakukan seperti apa yang saya lakukan: Bayar Lun-Sump (PPh Pasal 25) bulan December anda pada bulan December juga (paling lambat 30 December), jangan sampai jatuh ke bulan (tahun) berikutnya. Dan jangan lupa Lun-sump Desember sudah anda bayar di bulan Desember, sehingga di bulan January anda tidak perlu membayar PPh Pasal 25 lagi, SSP PPh Pasal 25 untuk Desember yang anda setorkan tanggal 30 Desember setorkan ke kantor pajak SSP-nya pada bulan January (antara tanggal 01 s/d. 09), sehingga di pembukuan anda transaksi tercatat tanggal 30 Desember, tetapi di kantor pajak anda tetap kelihatan membayar di bulan January.
mungkin maksudnya "Lumpsum" pak .., sya sih lebih seneng bilang cicilan pajak (tax installment).
ReplyDeleteSalam kenal ...dr riski
PPh 25 dibayarkan tanggal 15 bulan berikutnya Pak. Trims
ReplyDeleteIlustrasinya menarik
salam kenal.... ramzil
Numpang nanya bos, jurnal diatas kyknya hanya berlaku untuk kondisi tepat waktu bayar & lapor spt badan yah ? soalnya di kantorku sering telat bayarnya (bisa sampe 1 tahun lebih), trus menanggapi tips bayar desember 2 kali: bgmn pencatatan dilakukan kalo tdk ada bukti berupa SSP (kan sspnya dibuat 9 Januari)? sedangkan accounting membukukan berdasarkan dokumen (bukti fisik).
ReplyDeletetrus untuk jurnal membalik uang muka ps 25 tuh biasanya saya lakukan tidak full alias yg dibalik hanya uang muka untuk pembayaran masa tsb. (jadi ada saldo yang masi muncul dan dibalik di tahun berikutnya) <-- cara tsb tidak diperbolehkan ya pak ??
Mohon pencerahannya ya.
From : Dwi (key_ripper@yahoo.com)
To: Bapak/Ibu Dwi
ReplyDelete1). Berlaku untuk yang bayar pph pasal 25 dan spt tepat waktu:
* Iya.
2). Bagimana Bisa catat december jika baru buat SSP jan?:
"SSP PPh Pasal 25 untuk Desember yang anda setorkan tanggal 30 Desember setorkan ke kantor pajak SSP-nya pada bulan January (antara tanggal 01 s/d. 09),".
* SSP tentu dibuat december dan dibayarkan ke bank persepsi december juga la. Tapi di setorkan/dilaporkan ke kantor pajaknya yang january.
3). PPh pasal 25 yang di balik (washed) hanya sebagian saja, sehingga masih ada saldo:
* Bukan masalah boleh atau tidak, saya hanya tidak mengerti untuk apa disisakan?. Seharusnya dihabiskan saja.
Dear Sir Putra
ReplyDeleteDi Kantor, perlakuan akuntansi untuk uang muka PPH sebagai berikut:
Uang Muka PPN (Debit)
Hutang Uang Muka PPN (Kredit)
Bagaimana perlakuan untuk model akuntansi tersebut?
Logikanya kalau jurnalnya uang muka pasti lawannya Kas di kredit pak...bukan hutang...naturenya uang muka adalah uang yang didahulukan untuk pembayaran..
ReplyDeleteKalau boleh tau...kenapa perusahaan bapak menjurnal seperti ini? nature transaksinya apa?
Uang Muka PPN (Debit)
Hutang Uang Muka PPN (Kredit)
Thanks ya..salam
ReplyDeletePak, bagaimana jurnal penutup akhir tahun 2010 untuk PPh 25 jika jurnal pada Mei s/d juli sbb :
ReplyDelete(debit) Biaya Adm & Umum Lainny
(kredit) Cash
pada April'10saat bayar PPh 29 tahun 2009 dijurnal :
(debit)Biaya Pajak & Materai
(kredit)Cash
karena COA perusahaan saya blm menyediakan akun spt yg Bapak sebutkan. Mohon pencerahannya, terima kasih.